BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Fraktur merupakan salah satu respon trauma tubuh
yang dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas pasien. Karena pada pasien patah
tulang bisa mengakibatkan penurunan fungsi tubuh, kehilangan fungsi atau
kehilangan bagian tubuh dan juga kecacatan. Dengan adanya penurunan fungsi pada
tubuh maka pasien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya.Fraktur atau patah tulang adalah rusaknya dan terputusnya
kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan atau ruda paksa pada
tulang yang berlebihan pada ekstremitas atas (Monica; 2001).
Pada pasien Post Op fraktur dengan partial care hari
3-5 mempunyai gangguan pada ADL(Aktifity Daily Living) yang meliputi
aktivitas : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena segera
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder. Nyeri atau kenyamanan : nyeri
berat tiba-tiba pada saat cidera(mungkin terlokalisasi pada jaringan atau
kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi).Keamanan : laserasi
kulit,fungsi jaringan,perdarahan,perubahan warna (Doenges, 2000: 761).
Data yang diperoleh dari RSUD Dr.Harjono
Soedigdomarto,Sp.OG Ponorogo di ruang Flamboyan dari tanggal 2 November 2007
sampai tanggal 1 februari 2008 pada pasien Post Op fraktur sebanyak 56 pasien.
Sedangkan untuk Fraktur dengan partial care hari 3-5 sebanyak 20 orang.
Berdasarkan hasil observassi yang telah dilaksanakan di ruang flamboyan RSUD Dr
Harjono didapatkan peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan ADLnya pada klien
post op fraktur degan partial care sangat kurang, hal ini bertentangan dengan
harapan yang seharus terpenuhi ADLnya.
Pada kehidupan sehari-hari di perlukan
ADL (Aktivity Daily Living).ADL meliputi nutrisi (frekuensi, pola,
komposisi, kesulitan pada makan dan minum). Eliminasi (frekuensi, pola,
konsistensi, kesulitan pada buang air besar dan buang air kecil). Istirahat
tidur (pola tidur, lama tidur ,kesulitan tidur). Personal hygiene (frekuensi
mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian). Aktivitas seksual (bagaimana
seseorang dalam melakukan aktivitas seksualnya). Aktivitas sehari-hari
(bagaimana seseorang dalam menggunakan waktu luang) (Tarwoto-Wartonah; 2003 ).
Pada pasien fraktur dengan pertial
care sangat menghambat degenerasi dan mobilitas. Pada pola eliminasi untuk
kasus fraktur dengan partial care hari 3-5 terjadi gangguan eliminasi baik
buang air besar maupun buang air kecil, sedangkan pada pola istirahat
tidur,pada pasien fraktur dengan pertial care timbulnya rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
pasien. Pada pola nutrisi pasien juga kurang memenuhi karena keterbatasan
gerak, demikian pula pada personal hygiene. Karena timbulnya rasa nyeri,
keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan
kebutuhan pasien perlu banyak di bantu oleh orang lain. Pasien akan kehilangan
peran keluarganya
Fraktur atau yang biasa kita kenal sebagai patah
tulang adalah kejadian yang di alami oleh setiap orang, dari tiap kalangan usia
dan jenis kelamin. Penyebabnya dapat dikarenakan pengeroposan tulang,
diantaranya penyakit yang dikenal adalah osteoporosis, biasanya di alami pada
usia dewasa. Dapat pula disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga atau
dapat di diagnosa seperti halnya pada penyakit yang dapat di cegah sebelum
menjadi semakin parah atau terjadi fraktur dengan pertial care
(http://digilib.art.itb.ac.id/).
Proses penyembuhan patah tulang atau fraktur dengan
pertial care berlangsung selama minimal 3 bulan sampai 1 tahun atau lebih.
Selama pemulihan ini penderita akan mengalami perubahan pada kemampuan
fisiologi, keterbatasan gerak, mengalami rasa nyeri, serta kemampuan atau
kekuatan otot akan menurun yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari
sehingga peran keluarga pada penderita fraktur sangat penting. Selain
keterbatasan fisik, setelah mengalami fraktur, penderita dapat juga mengalami
gangguan psikologi, mempengaruhi keinginan, merasa tidak percaya diri dan
mengalami depresi. Bantuan pengobatan pada penderita dilakukan baik secara
farmakologi (kimiawi) maupun fisika (stresor fisis), selama itu di dukung
dengan pemberian dukungan semangat baik dari terapis, kerabat maupun
orang-orang disekitar penderita. Untuk mempercepat kesembuhan,mendekati atau
kembali normal (http://digilib.art.itb.ac.id/).
Gejala klinis berupa nyeri, bengkak, deformitas, ekimosis,
ketidakstabilan atau krepitus. Diagnosis minimum membutuhkan radiografi dua
ortogonal, termasuk gambaran sendi di atas dan di bawah fraktur. Evaluasi harus
termasuk penilaian terhadap luka-luka lainnya. Fraktur terbuka merupakan
keadaan darurat ortopedik, membutuhkan Debridement secara cepat pada ruang
operasi untuk mencegah terjadinya osteomilitis. Semua jaringan mati diangkat, dan
fraktur difiksasi dengan fiksasi eksterna atau plester gips (Schwartz, 2000:
657).
Pada fraktur
dengan partial care mempunyai dampak fisik pada pasien yaitu perubahan tingkat
aktivitas / keterbatasan rentang gerak, gangguan permukaan kulit dan struktur
tubuh, selain itu juga menimbulkan dampak psikologis yang berupa kecemasan
sampai dengan depresi (Doengoes, 1999: 761). Akibat dari keterbatasan rentang
gerak tersebut pasien memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas
perawatan diri dan juga aktivitas-aktivitas lainnya (Doengoes, 1999: 762).
Dukungan keluarga
pada pasien fraktur dengan partial care diperlukan untuk mengurangi depresi
akibat dari gangguan fisik yang dialami sehingga pasien akan mempunyai semangat
untuk melakukan aktivitas yang masih dapat dilakukan sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain. Jika dukungan itu tidak diberikan maka pasien dapat
mengalami depresi yang lebih berat sehingga ketergantungannya bisa saja
meningkat dan lama tinggal di Rumah Sakit bisa lebih panjang (Abraham, 1997:
128 – 130).
Dari fenomena yang
ada di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang PERAN KELUARGA DALAM
MEMENUHI KEBUTUHAN ADL(AKTIVITY DAILY LILING) PADA KLIEN POST OP
FRAKTUR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar