Minggu, 16 September 2012

PENGETAHUAN DAN SIKAP PASIEN PPOK TENTANG PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PPOK DI POLI PARU RSUD XXXX


BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                        
A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronis atau emfisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktifitas jalan nafas dan kadang kala parsial reversibel. Tiga gejala utama PPOK meliputi sesak nafas, batuk menahun, dan batuk berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan / dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi (Lawrence, 2002 : 84).

Menurut data World Health Organization (WHO) saat ini ada sekitar 600 juta penderita PPOK di dunia dan 2,75 juta penderita karena penyakit ini. Di Asia prevalensi terkena PPOK adalah 30-50/10000 perokok pria. Sedangkan untuk populasi perokok perempuan 18/10000. Data statistik menunjukkan bahwa 60% dari total populasi Indonesia adalah perokok. Sekitar 5,7% diantaranya perokok berat yang beresiko terkena PPOK (Andhika, 2003, ¶ 1, http://cybermed.cbn.id di peroleh tanggal 30 okt 2010). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus PPOK ini memiliki kecenderungan untuk meningkat dimana menurut WHO pada tahun 2020 diperkirakan bahwa PPOK akan menjadi penyebab ke-3 ketidak mampuan (disability) di dunia (Suradi, 2009, ¶ 3, http://www.kalbe.co.id di peroleh tanggal 30 Oktober 2010).
Berdasarkan data dari rekam medik RSUD Dr. Hardjono Ponorogo pada tahun 2009 didapatkan dengan jumlah kasus pada bulan Januari-Desember sebanyak 1109 orang, rata-rata per bulan adalah 93 orang. Sedangkan pada tahun 2010 didapatkan kasus PPOK dari bulan Januari-September sebanyak 1180 orang, dengan rata-rata per bulan 131 orang. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kasus PPOK dari tahun ke tahun.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Proses terjadinya PPOK membutuhkan rentang waktu lebih dari 20 - 30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim normal, yang mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan dapat timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru. PPOK sering terjadi simtomatik selama tahun-tahun usia baya tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan nafas serta kehilangan daya kembang elastik pada paru (Suddarth, 2002 : 595).
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Merokok merupakan lebih dari 90%  resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi (Brashers, 2007 : 85 - 86).
Gambaran klinis PPOK ditandai oleh adanya keluhan batuk berlebihan, produksi sputum dan pernafasan yang pendek. Lebih lanjut akan terdapat gambaran klinis berupa penurunan berat badan, disfungsi otot-otot sekelet dan kelainan sistemik yang bersifat potensial. Penurunan berat badan akibat adanya ketidaksesuaian intake kalori, pada pasien PPOK terjadi peningkatan metabolisme basal. Peningkatan metabolisme basal ini akibat adanya inflamasi sistemik, hipoksia jaringan dan pemakaian obat-obatan pada pasien PPOK (Lawrence, 2002 : 85 - 86).
Penderita PPOK merupakan beban dalam masyarakat atau beban pemerintah pemelihara kesehatan negara. Gangguan PPOK yang terjadi karena keterbatasan aktivitas kehidupan dalam segala bentuk, mulai aktivitas secara jasmaniah sampai pada masalah psikologis. Gangguan kehidupan sehari-hari termasuk juga kehidupan seksual penderita. Bentuk gangguan PPOK berupa sesak nafas dalam setiap aktivitas atau keluarnya dahak yang terus menerus. Sesak nafas yang timbul semula hanya muncul bila penderita melakukan kegiatan berat. Penyakit ini bersifat progresif dan menimbulkan kecacatan. Kematian tidak timbul segera tapi kematian timbul perlahan dengan sisa kehidupan yang diliputi keterbatasan jasmani dan kecacatan.
 Jika sudah terserang penyakit PPOK beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan adalah mengurangi paparan kronik terhadap rokok tembakau. Para perokok dengan bukti awal terbatasnya aliran udara dapat mengubah penyakit mereka dengan penghentian merokok. Vaksinasi terhadap penyakit influensa dan pneumucoccal juga bermanfaat (Lawrence, 2002 : 88).
Untuk dapat menghindari terjadinya kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan cara mencegah kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi seseorang. Oleh karena itu seseorang harus memahami dan mengerti tentang cara pencegahan dan kekambuhan PPOK. Penyakit ini hanya dapat kita cegah dengan berhenti merokok, dan apabila sudah mengalami kekambuhan penyakit ini hanya dapat dicegah agar serangan kekambuhan (eksaserbasi)-nya tidak begitu sering. Untuk itu diperlukan juga peran perawat guna meningkatkan pengetahuan pasien tentang cara mencegah kekambuhan PPOK. Perawat sebagai pendidik kesehatan harus mampu memberikan pengertian dan cara-cara mencegah kekambuhan PPOK seperti halnya perawat memberikan penyuluhan pada pasien PPOK. Perawat dapat memberikan informasi dengan berbagai cara, selain penyuluhan, perawat dapat membagikan leaflet maupun brosur tentang cara-cara pencegahan terjadinya PPOK. Dari tindakan penyuluhan tersebut diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan sikap yang positif pada pasien PPOK.
PPOK seperti yang dijelaskan di atas sebenarnya dapat dicegah dan di hindari sedini mungkin dengan mengetahui penyebabnya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo, 2003 : 121). Dalam hal ini objek yang dimaksud adalah pengetahuan tentang PPOK. Pengetahuan atau kognitif  merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003 : 121). Sikap dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoadmojo, 2003 : 125). Pengetahuan ini dapat menunjang terbentuknya sikap yang positif, pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang baik, sehingga pada akhirnya akan melahirkan perilaku yang positif. Diharapkan pengetahuan yang memadai pada pasien PPOK tentang pencegahan kekambuhan PPOK, dapat menunjang timbulnya sikap yang baik sehingga perilaku pencegahan PPOK dapat dilakukan dengan baik pula.
Melihat fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan dan sikap pasien PPOK tentang pencegahan kekambuhan PPOK di Poli Paru RSUD XXXX.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan masalah penelitian “Bagaimana pengetahuan dan sikap pasien tentang pencegahan kekambuhan PPOK di Poli Paru RSUD XXXX?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar