BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis
kronis atau emfisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang
diikuti oleh hiperaktifitas jalan nafas dan kadang kala parsial reversibel.
Tiga gejala utama PPOK meliputi sesak nafas, batuk menahun, dan batuk berdahak.
Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri
dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia
40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim
hujan / dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi (Lawrence, 2002 : 84).
Menurut data World Health Organization (WHO) saat ini ada sekitar 600 juta
penderita PPOK di dunia dan 2,75 juta penderita karena penyakit ini. Di Asia
prevalensi terkena PPOK adalah 30-50/10000 perokok pria. Sedangkan untuk
populasi perokok perempuan 18/10000. Data statistik menunjukkan bahwa 60% dari
total populasi Indonesia adalah perokok. Sekitar 5,7% diantaranya perokok berat
yang beresiko terkena PPOK (Andhika, 2003, ¶ 1, http://cybermed.cbn.id
di peroleh tanggal 30 okt 2010). PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40
tahun ke atas. Jumlah kasus PPOK ini memiliki kecenderungan untuk meningkat
dimana menurut WHO pada tahun 2020 diperkirakan bahwa PPOK akan menjadi
penyebab ke-3 ketidak mampuan (disability)
di dunia (Suradi, 2009, ¶ 3, http://www.kalbe.co.id
di peroleh tanggal 30 Oktober 2010).
Berdasarkan data dari rekam medik RSUD Dr.
Hardjono Ponorogo pada tahun 2009 didapatkan dengan jumlah kasus pada bulan
Januari-Desember sebanyak 1109 orang, rata-rata per bulan adalah 93 orang.
Sedangkan pada tahun 2010 didapatkan kasus PPOK dari bulan Januari-September
sebanyak 1180 orang, dengan rata-rata per bulan 131 orang. Data tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kasus PPOK dari tahun ke tahun.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Proses terjadinya PPOK
membutuhkan rentang waktu lebih dari 20 - 30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi
pada individu yang tidak mempunyai enzim normal, yang mencegah penghancuran
jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam
kehidupan dan dapat timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis
kerusakan fungsi paru. PPOK sering terjadi simtomatik selama tahun-tahun usia
baya tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. PPOK
memperburuk banyak perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan
mengakibatkan obstruksi jalan nafas serta kehilangan daya kembang elastik pada
paru (Suddarth, 2002 : 595).
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya
penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab
lainnya. Merokok merupakan lebih dari 90%
resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa
perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan
asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan
peningkatan resiko penyakit paru obstruksi (Brashers, 2007 : 85 - 86).
Gambaran
klinis PPOK ditandai oleh adanya keluhan batuk berlebihan, produksi sputum dan
pernafasan yang pendek. Lebih
lanjut akan terdapat gambaran klinis berupa penurunan berat badan, disfungsi
otot-otot sekelet dan kelainan sistemik yang bersifat potensial. Penurunan
berat badan akibat adanya ketidaksesuaian intake kalori, pada pasien PPOK
terjadi peningkatan metabolisme basal. Peningkatan metabolisme basal ini akibat
adanya inflamasi sistemik, hipoksia jaringan dan pemakaian obat-obatan pada pasien
PPOK (Lawrence, 2002 : 85 - 86).
Penderita
PPOK merupakan beban dalam masyarakat atau beban pemerintah pemelihara
kesehatan negara. Gangguan PPOK yang terjadi karena keterbatasan aktivitas
kehidupan dalam segala bentuk, mulai aktivitas secara jasmaniah sampai pada
masalah psikologis. Gangguan kehidupan sehari-hari termasuk juga kehidupan seksual
penderita. Bentuk gangguan PPOK berupa sesak nafas dalam setiap aktivitas atau
keluarnya dahak yang terus menerus. Sesak nafas yang timbul semula hanya muncul
bila penderita melakukan kegiatan berat. Penyakit ini bersifat progresif dan
menimbulkan kecacatan. Kematian tidak timbul segera tapi kematian timbul
perlahan dengan sisa kehidupan yang diliputi keterbatasan jasmani dan
kecacatan.
Jika sudah terserang penyakit PPOK beberapa hal
yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan adalah mengurangi paparan
kronik terhadap rokok tembakau. Para perokok dengan bukti awal terbatasnya
aliran udara dapat mengubah penyakit mereka dengan penghentian merokok.
Vaksinasi terhadap penyakit influensa dan pneumucoccal
juga bermanfaat (Lawrence, 2002 : 88).
Untuk dapat menghindari terjadinya
kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan cara mencegah kekambuhan
PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi seseorang. Oleh karena itu
seseorang harus memahami dan mengerti tentang cara pencegahan dan kekambuhan
PPOK. Penyakit ini hanya dapat kita cegah dengan berhenti merokok, dan apabila
sudah mengalami kekambuhan penyakit ini hanya dapat dicegah agar serangan
kekambuhan (eksaserbasi)-nya tidak begitu sering. Untuk itu diperlukan juga
peran perawat guna meningkatkan pengetahuan pasien tentang cara mencegah
kekambuhan PPOK. Perawat sebagai pendidik kesehatan harus mampu memberikan
pengertian dan cara-cara mencegah kekambuhan PPOK seperti halnya perawat
memberikan penyuluhan pada pasien PPOK. Perawat dapat memberikan informasi
dengan berbagai cara, selain penyuluhan, perawat dapat membagikan leaflet
maupun brosur tentang cara-cara pencegahan terjadinya PPOK. Dari tindakan
penyuluhan tersebut diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan sikap yang
positif pada pasien PPOK.
PPOK seperti yang dijelaskan di atas
sebenarnya dapat dicegah dan di hindari sedini mungkin dengan mengetahui
penyebabnya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo, 2003 : 121).
Dalam hal ini objek yang
dimaksud adalah pengetahuan tentang PPOK. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2003 : 121). Sikap dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoadmojo, 2003 : 125).
Pengetahuan ini dapat menunjang terbentuknya sikap yang positif, pengetahuan
yang baik akan membentuk sikap yang baik, sehingga pada akhirnya akan
melahirkan perilaku yang positif. Diharapkan pengetahuan yang memadai pada
pasien PPOK tentang pencegahan kekambuhan PPOK, dapat menunjang timbulnya sikap
yang baik sehingga perilaku pencegahan PPOK dapat dilakukan dengan baik pula.
Melihat fenomena tersebut peneliti tertarik
untuk meneliti pengetahuan dan sikap pasien PPOK tentang pencegahan kekambuhan
PPOK di Poli Paru RSUD XXXX.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas
maka penulis merumuskan masalah penelitian “Bagaimana pengetahuan dan sikap
pasien tentang pencegahan kekambuhan PPOK di Poli Paru RSUD XXXX?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar