BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hepatitis virus menyebabkan inflamasi yang
menyebar kejaringan hepar melalui infiltrasi, inflamasi, degenerasi, dan
regenerasi dapat terjadi serentak inflasi yang disertai pembengkakan dapat
menekan cabang vena porta, transaminase serum dan meningkat masa protombin
memanjang (Baradero. 2008 : 31). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik
oleh virus disertai nekrose dan inflamasi pada sel – sel hati yang hasilkan
kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler (Brunner & Suadarth. 2002
: 1169). Hepatitis B merupakan penyakit endemik seluruh bagian dunia, pada anak
sering menimbulkan gejala yang minimal bahkan sering terjadi iskemik, namun
sering menyebabkan hepatitis yang kronik, dalam kurun waktu 10 – 20 tahun dapat
berkembang menjadi serosis ataupun hepatoma, sedangkan pada orang dewasa lebih
sering menjadi hepatitis akut. Masa inkubasi berkisar antara 48 – 180 hari (6
minggu – 6 bulan) dengan masa penularan tertingi tejadi beberapa minggu 5 bulan
timbul gejala sampai berakhirnya gejala akut. Indonesia dengan angka Hbsag-emia
berkisar 3 – 2 % termasuk endemis sedang sampai tinggi (Ranuh.2001 : 83).
Insiden hepatitis virus yang terus meningkat
semakin menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit tersebut penting karena
ditularkan memiliki morbiditas yang tinggi. Enam puluh sampai sembilan puluh
persen dari kasus hepatitis virus diperkiraan berlangsung tanpa dilaporkan
beberapa kasus – kasus sub klinis, ketidak berhasilan mengenali kasus ringan dan kesalahan diagnose
diperkiraan turut menjadi penyebab pelaporan yang kurang dari keadaan
sebenarnya (Brunner & Sudarth. 2002 : 1169). Kelompok resiko tinggi yang
terpapar hepatitis adalah pengguna obat-obatan terlarang (suntikan),
homoseksual yang aktif, pasangan seksual dan orang-orang serumah cerier HBV, petugas
kesehatan yang berhubungan dengan darah (Baradero.2008:35).
Menurut penelitian mengenai risiko perawat
tertusuk jarum dilakukan oleh sebuah rumah sakit. Risiko perawat tertusuk jarum
cukup tinggi karena kerap berhubungan dengan jarum infus atau jarum suntik.
Dari laporan yang masuk, keterangan perawat yang tertular hepatitis dan HIV
dipilah-pilah. Sepanjang tahun 2005 saja ada laporan 85 orang perawat yang
tertusuk jarum suntik bekas. Tahun 2006, dalam dua bulan pertama, kasus
itu juga menimpa seorang perawat dan
satu mahasiswa kedokteran di Jakarta (hasan,2006¶ 6,http://www.suarapembaruan.com,
diperoleh tanggal 28 september 2010). Perawat selaku pemberi jasa pelayanan
keperawatan senantiasa memberikan yang terbaik kepada klien dalam rangka
terpenuhinya kebutuhan dasar dan usaha klien dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan. Seiring dengan kegiatan perawat dalam memberikan pelayanan, maka
resiko mengancam diri perawat dan klien. Para perawat berada pada resiko
infeksi melalui sering dan lamanya hubungan dengan para pasien dan objek-objek
yang terinfeksi. Konsekuensi dari rubella, tubercolusis, viral hepatitis dan
AIDS benar-benar serius. Dalam suatu penelitian 20 persen dari perawat
melaporkan bahwa penularan HIV/AIDS termasuk juga hepatitis melalui kontak
hubungan darah atau cairan tubuh dari pasien yang terinfeksi virus tersebut
(Gillies, 1994 dalam Purwaningsih, 2006). Sekitar 50 persen dari seluruh
perawat dan tenaga medis di RSSA, terjangkiti virus Hepatitis B. Dugaan kuat,
transfer virus itu terjadi akibat kontak langsung dengan pasien penderita.
Karena itulah, kemarin 467 tenaga medis di RSSA mendapat vaksin Hepatitis B.
banyak tenaga medis yang ternyata tertular virus Hepatitis B lewat kontak
langsung dengan penderita. Seperti lewat darah atau luka milik penderita.
Sebagian besar tenaga medis yang terjangkiti Hepatitis B adalah mereka yang
bertugas di poli-poli tertentu. Seperti Poli Bedah, Poli Penyakit Dalam, THT,
dan Poli Gigi (Thamrin,2009, ¶ 1 , http://malangraya.com, diperoleh
tanggal 12 desember 2010).
Mahasiswa
perawat memiliki resiko tinggi tertular hepatitis, menurut studi pendahuluan
yang dilakukan oleh peneliti pada 10 responden, untuk variabel pengetahuan
terdapat 6 responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pencegahan
hepatitis, 4 responden memiliki pengetahuan buruk tentang pencegahan hepatitis.
Untuk variabel sikap terdapat 7 responden bersikap negatif dan 3 responden bersikap positif tentang
penularan pencegahan hepatitis. Petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah
termasuk perawat dan mahasiswa keperawatan memiliki resiko besar terhadap
penularan hepatitis dan mahasiswa perawat yang belum mahir betul tentang konsep
steril dan penyakit menular dan gejala penyakit lebih rentan tertular Hepatitis,
maka dari itu harus lebih tahu tentang
penyakit hepatitis dan sikap untuk mencegahnya.
Pencegahan dilakukan dengan mencegah kontak
dengan virus baik terhadap pengidap, donor darah (Skrining), organ tubuh bahan
tranplantasi maupun alat – alat kedokteran. Dapat pula dengan pemberian
kebebalan melalui ilmu sisi baik positif maupun aktif (Ranuh. 2010: 83). Tips
Mencegah Hepatitis antara lain, 1)
Biasakan untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan. 2) Hindari
penularan Hepatitis melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, suntikan,
tatoo, tusukan jarum yang terkontaminasi, seks yang tidak aman. 3) Bila perlu
gunakan jarum sekali pakai atau disposable. 4) Pemeriksaan darah donor terhadap
virus hepatitis. 5) Melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman. 6) Program vaksinasi Hepatitis. (Budi,2009,¶ 1,http://www.yousaytoo.com/hepatitis-b-tips-cara-mencegah, diperoleh
tanggal 2 oktober 2010)
Pencegahan hepatitis dalam bentuk perilaku,
faktor – faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan sikap. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra penglihat, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian
pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang /overt behavior (Notoatmodjo. 2003 : 121).
Sementara itu sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari laku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Sikap mempunyai tiga komponen pokok. 1)
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak tend to
behave (Notoatmodjo. 2003 : 125). Sedangkan berdasarkan teori
tindakan yang dikemukakan oleh Icek Ajen dan Martin Fishbein (1980), dalam (Azwar.
2002 : 11) mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses
pengambilan keputusan yang teliti. Pengetahuan dan sikap adalah komponen
perilaku yang dapat diubah, selain itu ada komponen lain (Motivasi dalam
kepercayaan) yang turut mempengaruhi perilaku. Mahasiswa harus mengetahui
tentang pencegahan hepatitis dan sikapnya dalam mencegah tertular hepatitis
saat praktek dilapangan. Sehingga nantinya ada menfaat langsung yang didapat
dari penelitian ini. Mahasiswa dapat
menambah pengetahuan dangan rajin membaca buku – buku tentang kesehatan dan
penyakit serta rajin mengakses internet tentang hepatitis dan
pencegahannya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
ingin melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DALAM
PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS PADA MAHASISWA TINGKAT I SEMESTER II AKPER XXXXX”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar