Minggu, 16 September 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DALAM PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS PADA MAHASISWA TINGKAT I SEMESTER II AKPER XXXXX


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Hepatitis virus menyebabkan inflamasi yang menyebar kejaringan hepar melalui infiltrasi, inflamasi, degenerasi, dan regenerasi dapat terjadi serentak inflasi yang disertai pembengkakan dapat menekan cabang vena porta, transaminase serum dan meningkat masa protombin memanjang (Baradero. 2008 : 31). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrose dan inflamasi pada sel – sel hati yang hasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler (Brunner & Suadarth. 2002 : 1169). Hepatitis B merupakan penyakit endemik seluruh bagian dunia, pada anak sering menimbulkan gejala yang minimal bahkan sering terjadi iskemik, namun sering menyebabkan hepatitis yang kronik, dalam kurun waktu 10 – 20 tahun dapat berkembang menjadi serosis ataupun hepatoma, sedangkan pada orang dewasa lebih sering menjadi hepatitis akut. Masa inkubasi berkisar antara 48 – 180 hari (6 minggu – 6 bulan) dengan masa penularan tertingi tejadi beberapa minggu 5 bulan timbul gejala sampai berakhirnya gejala akut. Indonesia dengan angka Hbsag-emia berkisar 3 – 2 % termasuk endemis sedang sampai tinggi (Ranuh.2001 : 83).

Insiden hepatitis virus yang terus meningkat semakin menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit tersebut penting karena ditularkan memiliki morbiditas yang tinggi. Enam puluh sampai sembilan puluh persen dari kasus hepatitis virus diperkiraan berlangsung tanpa dilaporkan beberapa kasus – kasus sub klinis, ketidak berhasilan  mengenali kasus ringan dan kesalahan diagnose diperkiraan turut menjadi penyebab pelaporan yang kurang dari keadaan sebenarnya (Brunner & Sudarth. 2002 : 1169). Kelompok resiko tinggi yang terpapar hepatitis adalah pengguna obat-obatan terlarang (suntikan), homoseksual yang aktif, pasangan seksual dan orang-orang serumah cerier HBV, petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah (Baradero.2008:35).
Menurut penelitian mengenai risiko perawat tertusuk jarum dilakukan oleh sebuah rumah sakit. Risiko perawat tertusuk jarum cukup tinggi karena kerap berhubungan dengan jarum infus atau jarum suntik. Dari laporan yang masuk, keterangan perawat yang tertular hepatitis dan HIV dipilah-pilah. Sepanjang tahun 2005 saja ada laporan 85 orang perawat yang tertusuk jarum suntik bekas. Tahun 2006, dalam dua bulan pertama, kasus itu  juga menimpa seorang perawat dan satu mahasiswa kedokteran di Jakarta (hasan,2006¶ 6,http://www.suarapembaruan.com, diperoleh tanggal 28 september 2010). Perawat selaku pemberi jasa pelayanan keperawatan senantiasa memberikan yang terbaik kepada klien dalam rangka terpenuhinya kebutuhan dasar dan usaha klien dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan. Seiring dengan kegiatan perawat dalam memberikan pelayanan, maka resiko mengancam diri perawat dan klien. Para perawat berada pada resiko infeksi melalui sering dan lamanya hubungan dengan para pasien dan objek-objek yang terinfeksi. Konsekuensi dari rubella, tubercolusis, viral hepatitis dan AIDS benar-benar serius. Dalam suatu penelitian 20 persen dari perawat melaporkan bahwa penularan HIV/AIDS termasuk juga hepatitis melalui kontak hubungan darah atau cairan tubuh dari pasien yang terinfeksi virus tersebut (Gillies, 1994 dalam Purwaningsih, 2006). Sekitar 50 persen dari seluruh perawat dan tenaga medis di RSSA, terjangkiti virus Hepatitis B. Dugaan kuat, transfer virus itu terjadi akibat kontak langsung dengan pasien penderita. Karena itulah, kemarin 467 tenaga medis di RSSA mendapat vaksin Hepatitis B. banyak tenaga medis yang ternyata tertular virus Hepatitis B lewat kontak langsung dengan penderita. Seperti lewat darah atau luka milik penderita. Sebagian besar tenaga medis yang terjangkiti Hepatitis B adalah mereka yang bertugas di poli-poli tertentu. Seperti Poli Bedah, Poli Penyakit Dalam, THT, dan Poli Gigi (Thamrin,2009, ¶ 1 , http://malangraya.com, diperoleh tanggal 12 desember 2010).
 Mahasiswa perawat memiliki resiko tinggi tertular hepatitis, menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada 10 responden, untuk variabel pengetahuan terdapat 6 responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pencegahan hepatitis, 4 responden memiliki pengetahuan buruk tentang pencegahan hepatitis. Untuk variabel sikap terdapat 7 responden bersikap negatif dan 3 responden bersikap positif tentang penularan pencegahan hepatitis. Petugas kesehatan yang berhubungan dengan darah termasuk perawat dan mahasiswa keperawatan memiliki resiko besar terhadap penularan hepatitis dan mahasiswa perawat yang belum mahir betul tentang konsep steril dan penyakit menular dan gejala penyakit lebih rentan tertular Hepatitis, maka dari itu  harus lebih tahu tentang penyakit hepatitis dan sikap untuk mencegahnya.
Pencegahan dilakukan dengan mencegah kontak dengan virus baik terhadap pengidap, donor darah (Skrining), organ tubuh bahan tranplantasi maupun alat – alat kedokteran. Dapat pula dengan pemberian kebebalan melalui ilmu sisi baik positif maupun aktif (Ranuh. 2010: 83). Tips Mencegah Hepatitis  antara lain, 1) Biasakan untuk selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan. 2) Hindari penularan Hepatitis melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, suntikan, tatoo, tusukan jarum yang terkontaminasi, seks yang tidak aman. 3) Bila perlu gunakan jarum sekali pakai atau disposable. 4) Pemeriksaan darah donor terhadap virus hepatitis. 5) Melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman. 6) Program vaksinasi Hepatitis. (Budi,2009,¶ 1,http://www.yousaytoo.com/hepatitis-b-tips-cara-mencegah, diperoleh tanggal 2 oktober 2010)
Pencegahan hepatitis dalam bentuk perilaku, faktor – faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan sikap. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihat, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang /overt behavior (Notoatmodjo. 2003 : 121). Sementara itu sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari laku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap mempunyai tiga komponen pokok. 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak tend to behave (Notoatmodjo. 2003 : 125). Sedangkan berdasarkan teori tindakan yang dikemukakan oleh Icek Ajen dan Martin Fishbein (1980), dalam (Azwar. 2002 : 11) mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan yang teliti. Pengetahuan dan sikap adalah komponen perilaku yang dapat diubah, selain itu ada komponen lain (Motivasi dalam kepercayaan) yang turut mempengaruhi perilaku. Mahasiswa harus mengetahui tentang pencegahan hepatitis dan sikapnya dalam mencegah tertular hepatitis saat praktek dilapangan. Sehingga nantinya ada menfaat langsung yang didapat dari penelitian ini.  Mahasiswa dapat menambah pengetahuan dangan rajin membaca buku – buku tentang kesehatan dan penyakit serta rajin mengakses internet tentang hepatitis dan pencegahannya. 
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DALAM PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS PADA MAHASISWA TINGKAT I SEMESTER II AKPER XXXXX” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar