BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Masa remaja
pada hakekatnya merupakan tahap berlangsungnya perubahan-perubahan fisik,
mental maupun sosial. Remaja merupakan suatu periode yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangannya yang cepat dari fisik, emosi, kognitif dan
sosial yang menjembatani masa kanak-kanak sampai ke masa dewasa meliputi:
pertumbuhan pubertas dan somatik yang lengkap, berkembang secara sosial,
emosional dan kognitif dan pemikiran konkrit ke arah pemikiran abstrak,
terbentuknya identitas yang bebas dan terpisah dari keluarganya, menyiapkan
suatu karier atau lapangan kerja (David W. Kaplan, 2002: 227).
Remaja
berusaha mencari tahu siapa mereka, apa yang ingin mereka lakukan di kemudian
hari, dan apa kekuatan dan kelemahan pribadi mereka adalah untuk melengkapi
sisi ini. Pernyataan itu muncul terutama karena remaja sedang dalam proses
menemukan identitas diri mereka sendiri. Masa remaja merupakan suatu periode
dari individuasi progresif dan perpisahan dari remaja (David W. Kaplan, 2002:
234). Sering kita menjumpai remaja yang meninggal karena aborsi, atau bayi yang
dibuang ke selokan, jalan karena orang tuanya tidak siap atau malu mempunyai
anak banyak pula yang harus berhenti sekolah padahal sebenarnya mereka
berprestasi hanya karena keharusan untuk menikah muda. Beberapa permasalahan
yang dihadapi remaja pada area tersebut adalah karena rendahnya pengetahuan.
Dengan segala keterbatasan yang ada di Desa mungkin anak/remaja di Desa lebih
rendah pengetahuannya dibandingkankan dengan anak/remaja perkotaan.
(http://www. freelist.org/archives/list.indonesia/03-2005/msg00980)
Terdapat
lebih dari 1 juta remaja yang hamil di Amerika Serikat setiap tahun. Sekitar
45% dari wanita usia 15-19 tahun yang aktif secara seksual dan lebih dari
sepertiga dari wanita-wanita ini menjadi
hamil dalam usia 2 tahun permulaan hubungan seksual. Lebih dari 80% dari
kehamilan ini tidak diinginkan dan sekitar 60% kehamilan pada wanita kurang
dari 20 tahun terjadi di luar nikah (J. Mark Halstead & Michael Reiss, 2004:
275).
Di
kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) yang baru
duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman hubungan seksual.
Mereka terdiri atas putra 27% dan putri 18%. Di sisi lain, perilaku remaja yang
berpacaran juga tergambar dari survei yang juga dilakukan oleh Youth Center
Pilar PKBI Jawa Tengah. Saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium
pipi/ kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba
(payudara dan kelamin) 25% dan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan
hubungan seks, pasangannya adalah pacar 78,9%, teman 10,3% dan pekerja seks
9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan
rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9% (http://www.freelist.org/archives/list.indonesia/03-2005/msg09980.html).
Berdasarkan data hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Ponorogo
pada 10 siswa didapatkan 60% atau 6 siswa memiliki pengetahuan baik dan 40% 4
siswa memiliki pengetahuan buruk kemudian 60% 6 siswa memiliki perilaku baik dan
40% 4 siswa memiliki perilaku buruk.
Remaja
merupakan kelompok resiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan serta
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Hal tersebut
dijumpai pada remaja hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dunia remaja adalah dunia
yang indah demikian kata beberapa orang yang melewati masa remajanya dengan
penuh kesenangan dan memori indah, namun tidak sedikit dari mereka yang melalui
masa remajanya dengan kesuraman dan kebingungan serta kesusahan. Salah satu
penyebab kesuraman itu adalah KTD (Kehamilan Tidak Diingini) yang akan berujung
pada pernikahan di usia dini dan aborsi. Kesadaran remaja terhadap informasi
seksual yang benar masih memperihatinkan.
Di SMA
Negeri 1 Ponorogo dalam 3 tahun terakhir didapatkan sejumlah 6 siswa yang
tercatat dikembalikan kepada orang tua karena hamil di luar nikah. Jumlah itu
belum ditambah dengan siswa yang mungkin pernah melakukan seks bebas ataupun
kehamilan yang tidak diketahui oleh pihak sekolah. Hal tersebut bisa berdampak
negatif bagi remaja karena akan kehilangan masa remajanya dan tentu akan
merugikan nama baik sekolah. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh
maraknya peredaran media serta informasi yang memberikan stimulus perilaku seks
yang salah dan karena permahaman yang salah tersebut banyak kalangan remaja
yang melakukan petting karena tidak dianggap menyebabkan kehamilan. Para remaja juga harus menyadari bahwa selain kehamilan,
mereka dapat terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) sebagai akibat hubungan
lawan jenis yang tidak sehat. Di masyarakat, kasus-kasus kehamilan yang tidak
dikehendaki selalu dipandang dengan muatan-muatan yang sarat dengan moral. Data
menunjukkan, akibat kehamilan yang tidak
dikehendaki ini hampir bisa dipastikan siswi yang mengalami kasus ini harus
berhenti dari sekolah atau dikeluarkan. (http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage1.html)
Upaya-upaya yang perlu dilakukan melihat besarnya permasalahan dan dampak dari
perilaku remaja menganai seks bebas adalah dengan memberikan informasi kesehatan
reproduksi dalam berbagai bentuk sedini mungkin kepada seluruh segmen remaja,
baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pemberian informasi ini dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan yang pada gilirannya mampu memberikan pilihan kepada
dirinya maupun keluarga dan masyarakat. Dengan memberikan waktu khusus
pendidikan kesehatan reproduksi remaja dalam sekolah, maka akan ada upaya
sistematik dan terencana dalam pemberian informasi kepada anak didik, sehingga
pada gilirannya mereka dapat mengetahui dan bertanggung jawab atas perilaku
seksualnya di masa depan. Upaya yang lainnya adalah memberikan porsi dan
kesempatan yang seluas-luasnya pendidikan moral/agama kepada seluruh anak/remaja
dengan memberikan informasi yang komprehensif bahaya dan akibat-akibat yang
ditanggung remaja bila melakukan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab (http://www.freelists.org/archives/
listindonesia/03-2005/msg00980.html). Pada intinya mencegah
terjadinya perilaku seksual yang bertanggung jawab jauh lebih baik daripada
harus menyelesaikannya bila hal tersebut sungguh-sungguh telah terjadi.
Dari
masalah di atas maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan
pengetahuan remaja tentang seks bebas dengan perilaku seks bebas di SMA Negeri
I Ponorogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar