Minggu, 16 September 2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS DI SMA NEGERI I


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang Masalah
Masa remaja pada hakekatnya merupakan tahap berlangsungnya perubahan-perubahan fisik, mental maupun sosial. Remaja merupakan suatu periode yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangannya yang cepat dari fisik, emosi, kognitif dan sosial yang menjembatani masa kanak-kanak sampai ke masa dewasa meliputi: pertumbuhan pubertas dan somatik yang lengkap, berkembang secara sosial, emosional dan kognitif dan pemikiran konkrit ke arah pemikiran abstrak, terbentuknya identitas yang bebas dan terpisah dari keluarganya, menyiapkan suatu karier atau lapangan kerja (David W. Kaplan, 2002: 227).
Remaja berusaha mencari tahu siapa mereka, apa yang ingin mereka lakukan di kemudian hari, dan apa kekuatan dan kelemahan pribadi mereka adalah untuk melengkapi sisi ini. Pernyataan itu muncul terutama karena remaja sedang dalam proses menemukan identitas diri mereka sendiri. Masa remaja merupakan suatu periode dari individuasi progresif dan perpisahan dari remaja (David W. Kaplan, 2002: 234). Sering kita menjumpai remaja yang meninggal karena aborsi, atau bayi yang dibuang ke selokan, jalan karena orang tuanya tidak siap atau malu mempunyai anak banyak pula yang harus berhenti sekolah padahal sebenarnya mereka berprestasi hanya karena keharusan untuk menikah muda. Beberapa permasalahan yang dihadapi remaja pada area tersebut adalah karena rendahnya pengetahuan. Dengan segala keterbatasan yang ada di Desa mungkin anak/remaja di Desa lebih rendah pengetahuannya dibandingkankan dengan anak/remaja perkotaan. (http://www. freelist.org/archives/list.indonesia/03-2005/msg00980)
Terdapat lebih dari 1 juta remaja yang hamil di Amerika Serikat setiap tahun. Sekitar 45% dari wanita usia 15-19 tahun yang aktif secara seksual dan lebih dari sepertiga dari wanita-wanita ini  menjadi hamil dalam usia 2 tahun permulaan hubungan seksual. Lebih dari 80% dari kehamilan ini tidak diinginkan dan sekitar 60% kehamilan pada wanita kurang dari 20 tahun terjadi di luar nikah (J. Mark Halstead & Michael Reiss, 2004: 275).
Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman hubungan seksual. Mereka terdiri atas putra 27% dan putri 18%. Di sisi lain, perilaku remaja yang berpacaran juga tergambar dari survei yang juga dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah. Saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/ kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25% dan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan hubungan seks, pasangannya adalah pacar 78,9%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3%, kebutuhan biologis 29,9% (http://www.freelist.org/archives/list.indonesia/03-2005/msg09980.html). Berdasarkan data hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Ponorogo pada 10 siswa didapatkan 60% atau 6 siswa memiliki pengetahuan baik dan 40% 4 siswa memiliki pengetahuan buruk kemudian 60% 6 siswa memiliki perilaku baik dan 40% 4 siswa memiliki perilaku buruk.
Remaja merupakan kelompok resiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Hal tersebut dijumpai pada remaja hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dunia remaja adalah dunia yang indah demikian kata beberapa orang yang melewati masa remajanya dengan penuh kesenangan dan memori indah, namun tidak sedikit dari mereka yang melalui masa remajanya dengan kesuraman dan kebingungan serta kesusahan. Salah satu penyebab kesuraman itu adalah KTD (Kehamilan Tidak Diingini) yang akan berujung pada pernikahan di usia dini dan aborsi. Kesadaran remaja terhadap informasi seksual yang benar masih memperihatinkan.
Di SMA Negeri 1 Ponorogo dalam 3 tahun terakhir didapatkan sejumlah 6 siswa yang tercatat dikembalikan kepada orang tua karena hamil di luar nikah. Jumlah itu belum ditambah dengan siswa yang mungkin pernah melakukan seks bebas ataupun kehamilan yang tidak diketahui oleh pihak sekolah. Hal tersebut bisa berdampak negatif bagi remaja karena akan kehilangan masa remajanya dan tentu akan merugikan nama baik sekolah. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh maraknya peredaran media serta informasi yang memberikan stimulus perilaku seks yang salah dan karena permahaman yang salah tersebut banyak kalangan remaja yang melakukan petting karena tidak dianggap menyebabkan kehamilan. Para remaja juga harus menyadari bahwa selain kehamilan, mereka dapat terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) sebagai akibat hubungan lawan jenis yang tidak sehat. Di masyarakat, kasus-kasus kehamilan yang tidak dikehendaki selalu dipandang dengan muatan-muatan yang sarat dengan moral. Data menunjukkan, akibat  kehamilan yang tidak dikehendaki ini hampir bisa dipastikan siswi yang mengalami kasus ini harus berhenti dari sekolah atau dikeluarkan. (http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage1.html) Upaya-upaya yang perlu dilakukan melihat besarnya permasalahan dan dampak dari perilaku remaja menganai seks bebas adalah dengan memberikan informasi kesehatan reproduksi dalam berbagai bentuk sedini mungkin kepada seluruh segmen remaja, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pemberian informasi ini dengan tujuan meningkatkan pengetahuan yang pada gilirannya mampu memberikan pilihan kepada dirinya maupun keluarga dan masyarakat. Dengan memberikan waktu khusus pendidikan kesehatan reproduksi remaja dalam sekolah, maka akan ada upaya sistematik dan terencana dalam pemberian informasi kepada anak didik, sehingga pada gilirannya mereka dapat mengetahui dan bertanggung jawab atas perilaku seksualnya di masa depan. Upaya yang lainnya adalah memberikan porsi dan kesempatan yang seluas-luasnya pendidikan moral/agama kepada seluruh anak/remaja dengan memberikan informasi yang komprehensif bahaya dan akibat-akibat yang ditanggung remaja bila melakukan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab (http://www.freelists.org/archives/ listindonesia/03-2005/msg00980.html). Pada intinya mencegah terjadinya perilaku seksual yang bertanggung jawab jauh lebih baik daripada harus menyelesaikannya bila hal tersebut sungguh-sungguh telah terjadi.
Dari masalah di atas maka dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan remaja tentang seks bebas dengan perilaku seks bebas di SMA Negeri I Ponorogo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar