BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Telinga merupakan organ tubuh yang
memiliki peran penting dalam kehidupan yakni sebagai indera pendengaran.
Infeksi-infeksi telinga adalah
kondisi-kondisi yang melibatkan dan seringkali
mengalami peradangan dari area-area berbeda dari telinga. Salah satunya
yaitu Otitis media supuratif
kronik adalah peradangan mukosa telinga tengah yang ditandai dengan adanya
supuratif (bernanah) yang merupakan lanjutan dari Otitis Media Akut yang
mengalami pecah gendang telinga dan tidak menutup setelah 6 minggu atau non
supuratif (serosa/gendang telinga utuh) (http://id.wikipedia.org, diperoleh
tanggal 05 Januari 2011). Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah (Soepardi, 2001: 54). Otitis media
supuratif kronik termasuk salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan
pada banyak populasi di dunia.
Prevalensi
Otitis Media Supuratif Kronik di negara berkembang berkisar antara 5 – 10% ,
sedangkan di negara maju 0,5 – 2%. Diperkirakan sekitar 10 juta penduduk
Indonesia menderita Otitis Media Supuratif Kronik. Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994 – 1996 menunjukkan prevalensi
Otitis Media Supuratif kronik antara 2,10 – 5,2%. Frekuensi penderita Otitis
Media Supuratif kronik di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar
8,2%.12 Data dari catatan medis kunjungan kasus baru penderita Otitis Media
Supuratif kronik di RS Sardjito tahun 2002 adalah 460 orang, sedangkan jumlah
seluruh kunjungan di poliklinik THT pada tahun tersebut adalah 13.524 orang
(Christanto. A, 2008, ¶ 1, http://www.antonchristanto.wordpress.com,
diperoleh tanggal 6 januari 2011). Berdasarkan
data di Poliklinik THT RSUD Prof. Dr. Hardjono S, Sp. Og Ponorogo pada tahun
2009 jumlah pasien OMSK 180 pasien, yaitu pada bulan November-Desember
penderita OMSK sejumlah 30 pasien (Hamidah, 2010: 3). Berdasarkan data Rekam
Medis RSUD Prof. Dr. Hardjono Ponorogo penderita OMSK pada tahun 2010 sebanyak
158 pasien. Dari hasil studi pendahuluan
yang dilakukan tanggal 2 Februari
2011 di Poliklinik THT RSUD
Dr. Harjono S. Kabupaten Ponorogo pada 5 penderita Otitis Media supuratif Kronis yang memeriksakan diri di poliklinik tersebut didapatkan hasil 60 % penderita memiliki
pengetahuan yang buruk dalam mencegah komplikasi Otitis Media Supuratif Kronis. Dan dari 5 responden tersebut 60 % diantaranya memiliki perilaku yang positif dalam mencegah komplikasi Otitis Media Supuratif
Kronis dan 40 % responden memiliki perilaku yang negatif dalam mencegah komplikasi Otitis Media Supuratif
Kronis.
Otitis
Media Akut dengan perforasi membran timpani menjadi Otitis Media Supuratif
Kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Faktor yang menyebabkan OMA
menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,
virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau
higiene yang buruk (Soepardi, 2001: 54). Otitis Media Supuratif, baik
yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otore. Biasanya komplikasi di dapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi
OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman
yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik
menjadi semakin jarang. Komplikasi dari OMSK bisa mengarah ke dalam, ke tulang
temporal, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis atau labirinitis. Bila
kearah cranial (intraranial), akan menyebabkan abses ekstradural,
tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak (Soepardi, dkk. 2001:
63). Bertambahnya keparahan pada penyakit ini juga disebabkan karena
kebiasaan-kebiasaan yang salah seperti kebiasaan mengeluarkan ingus dengan
memencet kedua hidung, mandi atau berenang atau menyelam pada penderita dengan
gendang telinga berlubang tanpa menggunakan pelindung telinga dan kebiasaan
mengorek telinga. Kurangnya tindakan
pencegahan komplikasi akan menghasilkan berjuta
orang dengan ketulian (Anonimus, 2008, ¶ 2, http://id.wikipedia.org, diperoleh 05 januari
2011).
Komplikasi ini dapat dipengaruhi oleh
oleh beberapa hal salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan hal
yang mempengaruhi perilaku seseorang (overt
behavior). Notoatmodjo (2003, menyitir pernyataan Blum:1974) mengatakan
bahwa perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah factor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.
Untuk
mewujudkan derajat kesehatan manusia yang
optimal maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Sebaiknya bagi penderita Otitis Media
melakukan pencegahan agar tidak terjadi kekambuhan atau komplikasi yang lebih
parah lagi dari Otitis Media Supuratif Kronik yaitu dengan menjaga kebersihan
telinga, tidak terlalu sering mengorek-ngorek telinga, menjaga telinga agar
tidak kemasukan air, makan makanan yang bergizi dan rutin untuk kontrol.
Dari
uraian tersebut diatas, diharapkan pengetahuan pasien meningkat menjadi
baik. Sehingga perilaku pasien dalam pencegahan komplikasi OMSK juga baik. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dan perilaku pasien dalam pencegahan komplikasi OMSK di
Poliklinik THT RSUD Dr. Harjono S., Sp.OG Ponorogo.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut “Bagaimanakah hubungan
pengetahuan dan perilaku pasien dalam pencegahan komplikasi Otitis Media
Supuratif Kronis di Poliklinik THT RSUD Dr. Harjono S., Sp.OG Ponorogo ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar