BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Dalam studi
yang kontroversial Stanley Eronowitz mengkritik dengan tajam praktek pendidikan
yang menekankan pada pendidikan kejuruan dan terapan dan mengesampingkan aspek
pendidikan moralitas dalam sistem pendidikan formal di Amerika tahun 70-an dan
80-an. Menurut Eronowitz sistem Pendidikan tersebut dianggap ikut andil dalam
meruntuhkan peradaban Amerika premanistik, permisif dan kapitalis. Selanjutnya,
Pendidikan tersebut dianggap hanya berorientasi materialistis dan menghilangkan
unsur-unsur pendidikan, moral, emosional dan spiritual peserta didik didik.[1]
Praktek
pendidikan gaya Amerika tersebut ternyata banyak diadopsi, tidak hanya di
belahan Amerika dan Eropa, namun dalam dasawarsa terakhir, Indonesia juga
menjadikan pendidikan yang berbasis pada kejuruan (link and match) sebagai
pioner pendidikan Indonesia, karena dianggap mampu mengentaskan generasi muda
dari pengangguran dan kemipainan, maka secara futuristik dapat diramalkan, masa
depan pendidikan dan generasi Indonesia ke depan tidak akan berbeda jauh dari
Amerika yang sekuler.
Diakui
secara umum, dalam kehidupan bernegara, pendidikan memegang peranan yang sangat
penting untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, pendidikan
merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya
manusia masyarakat Indonesia di satu sisi.namun pada sisi yang lain, ancaman kebejatan
moral generasi muda menghadang di depan mata, apabila praktrek pendidikan lebih
dominan aspek materialismenya daripada mengedepankan aspek pengembangan
kecerdasan emosianal, dan spiritual. generasi yang berimbang tentu saja adalah
generasi yang memiliki sumber daya manusia yang berimbang, antara tiga aspek,
yaitu intelektual, emosional, dan spiritual, sehingga mereka mampu
mengapresiasi perubahan sosial dengan penuh kedewasaan dan kemapanan berpikir.
Indonesia
yang notabene mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, sudah seharusnya
Pendidikan Agama Islam mendasari pendidikan-pendidikan yang lain, serta menjadi
ruh pendidikan bagi masyarakat, orang tua, dan sistem pendidikan formal.
Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah umum mulai dari Sekolah Dasar hingga
Perguruan Tinggi seharusnya mampu mencitrakan pendidikan moral dan etika
sebagai basis pendidikan ilmu-ilmu yang lain. Apalagi Sekolah Dasar, sebagai
institusi pendidikan dasar seharusnya menjadikan pendidikan moral dan etika
sebagai inpirasi dari keseluruhan sistem pendidikan, maka tidaklah dapat
dikatakan proporsional, jika hanya menyediakan 2-4 jam perminggu untuk
pendidikan agama.
Pendidikan
Agama Islam di sekolah seyogyanya meletakkan dasar kurikulumnya seperti
madrasah atau sekolah-sekolah yang bernuansa Islam,. Demikian halnya dalam
peningkatan mutu pendidikan, Pendidikan Agama Islam harus dijadikan tolok ukur
dalam membentuk watak dan pribadi
peserta didik, serta membangun moral bangsa.
Madrasah
Ibtidaiyah merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya
mempelajari beberapa mata pelajaran yang salah satunya adalah mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Di
dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencaPAI
tujuan tersebut, maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta
didik di Madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan
Agama Islam di Madrasah Ibtidaiyah terdiri atas empat mata pelajaran, yaitu:
al-Qur’an-Hadits, Aqidah-akhlak, fiqh, dan tarikh (sejarah) kebudayaan Islam.
Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi
dan melengkapi. Al-Qur’an-Hadits merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam
arti ia merupakan sumber aqidah-akhlak, syari’ah/fiqih (ibadah,
muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Aqidah (ushuluddin)
atau keimanan merupakan akar atau pokok agama. Syariah/fiqih (ibadah,
muamalah) dan akhlak bertitik tolak dari aqidah, yakni sebagai
manifestasi dan konsekuensi dari aqidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syari’ah/fiqih
merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lainnya. Akhlaq merupakan aspek
sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan
hubungan manusia dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup
dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik,
ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/seni, iptek,
olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang dilandasi oleh aqidah yang
kokoh. Sedangkan tarikh (sejarah) kebudayaan Islam merupakan perkembangan
perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyariah
(beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem
kehidupannya yang dilandasi oleh aqidah.
Pendidikan
agama Islam (PAI) di Madrasah Ibtidaiyah yang terdiri dari empat mata pelajaran
tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Al-Qur’an-Hadits,
menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara
tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
Aspek aqidah menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan/keimanan
yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna.
Aspek Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak
terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Fiqh menekankan
pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik.
Sedangkan aspek Tarikh & kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil
ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani
tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya,
politik, ekonomi, ipteks dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan
peradaban Islam.
Sejarah
Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran
yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/ peradaban
Islam di masa lampau, mulai dari dakwah Nabi Muhammad pada periode Mekkah dan periode
Madinah, Kepemimpinan umat setelah Rasulullah SAW wafat, samPAI perkembangan
Islam periode klasik (zaman keemasan) pada tahun 650 M–1250 M, abad pertengahan/zaman
kemunduran (1250 M–1800 M), dan masa modern/zaman kebangkitan (1800-sekarang), serta
perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia. Secara substansial mata pelajaran
Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati Sejarah Kebudayaan Islam,
yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih
kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik.
Penyusunan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah dilakukan dengan
cara mempertimbangkan dan me-review Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
terutama pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam aspek Tarikh &
Kebudayaan Islam untuk SD/MI, serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen
Pendidikan Islam Nomor: DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006, tanggal 1 Agustus 2006,
Tentang Pelaksanaan Standar Isi, yang intinya bahwa Madrasah dapat meningkatkan
kompetensi lulusan dan mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih
tinggi.
Mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah
dibangun oleh Rasulullah saw dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan
peradaban Islam.
2. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan
masa depan
3. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta
sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
4. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik
terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa
lampau.
5. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil
ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh
berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi,
ipteks dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Ruang
lingkup Sejarah Kebudayan Islam di Madrasah Ibtidaiyah meliputi :
1. Dakwah Nabi Muhammad pada periode Mekkah dan periode
Madinah,
2. Kepemimpinan
umat setelah Rasulullah SAW wafat.
3. Perkembangan Islam periode klasik (zaman keemasan) pada
tahun 650 M – 1250 M
4. Perkembangan Islam pada abad pertengahan/zaman
kemunduran (1250 M – 1800 M)
5. Perkembangan Islam pada masa modern /zaman kebangkitan
(1800-sekarang)
6. Perkembangan
Islam di Indonesia dan di dunia.
Dengan
demikian Pendidikan Agama Islam harus dikembangkan dengan upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani ajaran agama Islam, yang dibarengi dengan tuntutan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.[2]
Adapun
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan meingkatkan keimanan
melalui pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta
didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
dalam hal keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.[3]
Pendidikan
Agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu kepada penanaman
nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial dan moralitas
sosial. Peranan nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di
dunia yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akherat[4].
Penanaman
nilai pendidikan Agama Islam berhubungan
dengan metode yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar, agar kinerja
pembelajaran mudah ditangkap oleh peserta didik, tidak hanya dimengerti dalam
wilayah intelektual, tetapi mampu membentuk karakter emosional dan spiritual peserta
didik dalam bingkai agama Islam.
Dalam
pendidikan Agama Islam, faktor metode adalah faktor yang tidak bisa diabaikan,
karena metode turut menentukan sukses atau tidaknya pencapaian tujuan
Pendidikan Agama Islam. Hubungan antara tujuan dan metode Pendidikan Agama
Islam dapat dikatakan sebagai hubungan sebab akibat[5]. Artinya,
jika metode pendidikan digunakan dengan baik dan tepat, maka tujuan pendidikan
besar kemungkinan akan dapat dicapai
Salah satu
dari sekian banyak metode pendidikan Agama Islam adalah metode kisah, metode
tersebut merupakan salah satu metode yang cukup efektif untuk menyampaikan
materi pendidikan kepada Peserta Didik, metode kisah merupakan retrospeksi
berbagai pesan-pesan moral yang cukup elegan dan elastis, metode kisah mampu
membawa peserta didik didik pada situasi bawah sadar, mengapresiasi
peristiwa-peristiwa empiris maupun fiktif-positif dalam pengertian mereka.
Singkatnya metode kisah merupakan alternatif yang baik untuk menyampaikan
materi-materi pendidikan Agama Islam. Berdasarkan latar belakang tersebut di
atas penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Metode
Kisah Pada Mata Sejarah Kebudayaan Islam Di MIN
Semen Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Magetan Tahun Pelajaran 2008-2009.
[1]
Stanley Eronowitz, 1995, Education Under Siege, Macmillan, University
Press, hlm 23
[2] Abdul Madjid, et. all.,2004, Pendidikan
Berbasis Kompetensi, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, hlm. 130
[3] Ibid. hlm. 135
[4] Abdul Munir Mulkan,1993, Paradigma
Pendidikan Islam, Yogyakarta, Sipress, hal. 75
[5]
Suyudi, 2003, Pendidikan dalam Persepktif Al-Qur’an, Yogyakarta
,Mikraj press, hal. 68
Betway Casino - New York - JMHub
BalasHapusGet up to $100 in 안양 출장안마 Betway Casino Promo Codes for 용인 출장마사지 New York Betway Promo 당진 출장안마 Code is NEWBONUS for December 2021 포항 출장안마 The 수원 출장마사지 Betway Bonus Code is: Click Here.