- Latar Belakang Masalah
Allah Swt adalah satu-satunya sang
pencipta, yang sebagai Maha Maha Pencipta dengan sebenar-benarnya telah
menciptakan langit dan bumi, serta segala sesuatu yang ada diantara keuanya.
Salah satu ciptaan Allah SWT itu adalah berbagai makhluk hidup yang dijadikan
sebagai penghuni planet yang disebut bumi. Diantara berbagai jenis makhluk
hidup itu, terdapat jenis yang dinamakan manusia, yang diberinya keistimewaan
berupa kemampuan berpikir yang melebihi jenis makhluk lain yang sama-sama
menjadi penghuni bumi.
Kemampuan berpikir itulah yang disuruh
atau diperintahkan Allah Swt, agar dipergunakan untuk memikirkan segala sesuatu
diluar drinya. Demikian kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti
berfikir, kecuali dalam kadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar
kesadaran. Manusia berpikir tentang segala sesuatu yang tampak atau dapat di
tangkap oleh panca inderanya. Disamping itu bahkan tidak sedikit sesuatu yang
bersifat abstrak telah menjadi byek pemikiran manusia.[1]
Siapakah sebenarnya manusia itu? Untuk
apakah manusia itu hidup? Apakah arti atau makna hidup? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sejak zaman yunani sampai zaman sekarang dan yang akan datang, akan
terus merupakan bahan pemikiran yang tak akan habis-habisnya. Pertanyaan
tersebut sedikit banyaknya pernah menyentuh setiap manusia yang berakal.
Manusia adalah makhluk yang mempunyai kesadaran akan dirinya sendiri. Oleh
karena itu manusia adalah makhluk yang ingin mengenal dirinya dan selalu
merefleksikan dirinya, disadari ataupun tidak disadari. Walaupun pertanyaan itu
bersifat filosofis, tetapi jawabanya akan menentukan derajat kemanusiaan
seseorang, corak, type dan watak kepribadianya.
Oleh karena manusia adalah makhluk yang
mempunyai kepribadian, maka jawaban terhadap pertanyaan tersebut, berbeda
antara manusia yang satu dengan yang lainya. Bahkan kita bisa mengadakan
penggolongan tipe manusia berasarkan jawaban terhadap jawaban
pertanyaan-pertanyaan di atas. Setiap golongan manusia akan memberikan jawaban
dan uraian yang berbeda-beda tentang “manusia dan tujuan hidupnya”. Jawaban tentang
pengertian manusia dan tujuan hidupnya adalah merupakan hal fundamental, suatu
hal yang menentukan tingkah laku seseorang.[2]
Manusia adalah makhluk yang sangat
menarik. Oleh karena itu, ia telah menjadi sasaran studi dahulu, kini, dan
kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya
dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan
hidupnya. Para ahli telah mengkaji manusia
menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli belum
mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan
manusia, misalnya Homo sapien
(manusia berakal), homo economicus (manusia
ekonomi) yang kadangkala disebut economicanimal
(binatang ekonomi) dan sebagainya.[3]
Pertanyaan “siapakah manusia itu?”
telah menjadi tema sentral sepanjang zaman, dan tidak pernah bisa dijawab
secara final. Kalau demikian kenapa manusia tidak berhenti bertanya kemudian
menyerahan diri kepada nasib saja ? inilah suatu pertanda bahwa manusia itu
penuh dengan rahasia. Manusia mampu menciptakan dunia kehidupannya sendiri
secara unik. Ada
satu pengibaratan terkenal yang mengatakan bahwa “keledai tidak mau tersandung
dua kali kepada batu yang sama, tetapi manusia sebaliknya”. Apakah dengan
demikian berarti bahwa manusia lebih bodoh dari keledai? Tidak. Hal itu justru
menunjukkan bahwa manusia lebih pandai dari keledai.
Hewan hidup hanya tergantung kepada instink atau naluri menyesuaikan
lingkungan fisik yang mengitarnya. Ia tidak mampu mengubah atau menolak lingkungannya.
Hanya saja ia mampu dengan sempurna menyesuaikan diri dengan lingkungan alam
sekitarnya. Maka, Jaques Maritian mengatakan bahwa binatang adalah makhluk
spesialis yang paling sempurna. Daur kehidupan binatang mantap, masa hidupnya
kronologis dan hanya berorientasi kepada kekinian. Ia tidak mengingat masa
lalunya dan membayangkan masa depannya. Karena itu, ia acapkali disebut sebagai
makhluk a-historis. Bagi hewan,
sejarah sama sekali tidak berperan. Kendati ia mampu meninggalkan pengalaman
posotif. Kemampuanya itu tidak berperan untuk memahami wawasan kesejarahan,
karena hewan tidak mampu belajar dari pengalaman.
Sebaliknya, manusia hidup tidak
mengandalkan instink atau nalurinya
semata. Ia hidup dengan akal, perasaan, dan kemauan. Ia mampu mengubah dan
mengolah lingkungan yang mengitarinya, menciptakan kehidupan untuk memenuhi
kebutuhanan mencapai cita-citanya. Jika manusia mau berulangkali tersandung
kepada batu yang sama, hal itu karena ia ingin meneliti dan mengetahui mengapa
sampai tersandung. Setelah itu berusaha memperbaiki dan mengembangkan
kehidupannya. Dalam konteks inilah dikatakan bahwa orientasi kehidupan manusia
menjangkau tiga dimensi waktu: lampau, kini, dan mendatang, sehingga memiliki
predikat sebagai makhluk historis.
Salah satu sifat kodrati manusia adalah
selalu ingin menciptakan dunia kehidupan dan mengatasi realitasnya sendiri.
Karena itu, seperti dikatakan A.Vloemen, “manusia selalu berusaha melampaui
diri sendiri secara terus-menerus. Dengan kata lain manusia disamping sebagai
makhluk sejarah, juga dikuasai oleh sejarah. Oleh karena itu, ia tidak hanya
barada dalam dunianya sendiri, tetapi hidup bersama dan berdialog dengan
kehidupan.
Menurut Imam Ghazali, salah satu sifat
korati manusia adalah tidak pernah berhenti bertanya dalam mencari kebenaran.
Manusia selalu ingin mengetahui rahasia alam. Semakin jauh rahasia alam yang ia
selidiki semakin banyak pula daerah misteri yang tidak diketahui, dan semakin
tinggi kekagumannya kepada Allah, misterium,
tremendum et facinosum. Manusia sadar akan kodratnya sebagai makhluk yang
tidak mau berhenti mencari kebenaran.
Namun dalam proses pencarian itu,
manusia banyak berhadapan dengan tabir rahasia yang tidak terungkap. Manusia
dalam mengembangkan kehidupannyaselalu berada dalam dua moralitas. Kebebasan
untuk maniri dan ketergantungan dengan alam dan masyarakatnya. Akibatnya
terjailah pertentangan yang terus menerus antara individu dan masyarakat.
Dalam konsep Islam, manusia terdiri
dari tiga unsur : tubuh, hayat dan jiwa. Tubuh bersifat materi, tidak kekal dan
dapat hancur. Hayat berarti hidup,, dan jika tubuh mati, maka kehidupanpun
berahir. Sedangkan jiwa bersifat kekal. Menurut filosof Islam, pada binatang
dan tumbuh-tumbuhan juga ada jiwa. Tetapi eksistensi jiwa disini terikat dengan
tubuh yang materi. Oleh karena itujika makhluk yang bersangkutan mati, jiwapun
ikut hancur.
Sebaliknya, eksistensi jiwa manusia
tidak terikat pada materi, karena itu ia tidak ikut mati bersama-sama dengan
tubuh. Dalam Islam, istilah mati berbeda dengan konsep mati dari faham
materialisme atau ideology lain. Dalam faham tersebut, “mati” berarti hilangnya
eksistensi manusia secara total. Sedangkan dalam Islam, mati berarti tubuh
manusia akan hancur, tetapi jiwanya tetap memiliki wujud yang abadi. Tidak
hanya itu. Menurut ajaran Islam, orang dapat dikatakan “mati” meskipun tubuhnya
masih hidup, bergerak, dan berhubungan dengan orang lain sebagaimana layaknya
seorang yang masih hidup manakala dalam hidupnya tidak mau beribadah dan sujud
kepada Allah. Dalam arti, menolak semua perintaj dan melanggar semua
larangan-Nya, sepereti para syuhada (mereka berjuang di jalan Allah)[4]
Islam
sebagai agama lahir bersamaan dengan hadirnya manusia pertama, nabi Adam a. s.
Saat itu pula pendidikan islam dimulai oleh Allah yang mendidik dan membimbing
manusia pertama yaitu Adam sebagai subyek didik, dengan mengajarkan ilmu
pengetahuan (nama-nama benda) (Q.S. Al-Baqrah; 31). yang tidak diajarkan kepa
makhluk lain termasuk malaikat sekalipun. Selain itu Allah juga memberikan
bimbingan “norma kehidupan” untuk memelihara harkat dan martabat manusia
(larangan mendekati pohon terlarang) (Q.S. al-Baqarah: 35).
Islam yang sekarang ini adalah wahyu
Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, untk mendidik umat manusia,
dengan prinsip-prinsip ajaran yang sama dengan yang dibawa nabi-nabi terdahulu
yaitu ajaran Tauhid (mengesakan Allah dan beribadah kepada Nya). Secara
keseluruhan ajaran yang dibawa Nabi
Muhammad merupakan kesinambungan, kelengkapan dan penyempurnaan ajaran para nabi
terdahulu. Semua itu merupakan satu sitem keyakinan dan ketentuan ilahi yang
merupakan pedoman hidup dan seluruh aspek kehidupan, baik hubungan manusia
dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. Itulah risalah
islamiyah yang merupakan misi profesi Muhammad SAW, dengan satu tujuan yaitu
untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam “rahmatan lil’alamin”. (Q.S.
al-Anbiya’: 107).
Ajaran Islam sebagai pedoman hidup yang
sifatnya universal dan eternal tentu tidak mungkin bersifat rinci dan detil,
mengingat kompleksitasnya masalah dan perubahan tantangan hidup yang dihadapi
manusia dari waktu ke waktu. Oleh karena itu ajaran Islam yang sesuai dengan
fitrah mnausia (Q.S. Ar-Rum:30), hanya memberikan pedoman hidup yang bersifat
fundamental dengan nilai-nilai transedental yang memang sesuai dan menjadi
kebutuhan hidup manusia. Pedoman hidup yang sifatnya baku dan operasional hanyalah yang berkenan
dengan akidah (keimanan) dan ibadah khusus (mahdlah), sehingga tidak perlu kreatifitas manusia untuk
menciptakan pedoman baru. Sedangkan hal-hal yang berkenaan dengan duniawiah
Islam hanya memberikan pedoman yang berupa nilai-nilai yang implementasinya
sebagian besar diserahkan kepada manusia.[5]
Pembahasan tentang manusia hubungnnya
dengan proses pendidikan Islam, merupakan bagian yang amat penting. Karena akan
diketahui dengan jelas tentang potensi-potensi manusia yang harus diperhatikan
dalam proses pendidikan. Disamping dapat digunakan sebagai dasar rumusan tujuan
pendidikan, pendekatan pendidikan, serta aspek-aspek lain dalam proses
pendidikan. Manusia dalam kegiatan pendidikan sebagai subyek dan obyek yang
langsung terlibat di dalamnya. Tanpa adanya kejelasan konsep tentang manusia,
maka akan sulit ditentukan arah yang akan dituju pada proses pendidikan.[6]
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, maka penulis akan membahas tentang “KONSEP MANUSIA DAN FITRAH
PERKEMBANGANYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”
- Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang
masalah di atas, maka dalam membahas tentang “KONSEP MANUSIA DAN FITRAH
PERKEMBANGANYA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”, penulis mengangkat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian pendidikan Islam ?
2.
Bagaimana konsep manusia dalam perspektif Pendidikan
Islam ?
3.
Bagaimana konsep Fitrah perkembangannya dalam
perspektif Pendidikan Islam ?
- Tujuan Kajian
Dalam kajian ini tujuan yang ingin
dicapai oleh penulis adalah :
1.
Ingin mengetahui pengertian pendidikan Islam.
2.
Ingin mengetahui konsep manusia dalam perspektif
Pendidikan Islam.
3.
Ingin mengetahui konsep Fitrah perkembangan manusia
dalam perspektif Pendidikan Islam.
- Kegunaan Kajian
Skripsi ini berjudul “Konsep Manusia
Dan Fitrah Perkembangannya Dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Dari hasil
kajian ini diharapkan dapat di gunakan untuk :
1.
Teoritis :
Menambah
khazanah keilmuan dalam dunia Pendidikan Islam..
2.
Praktis :
a. Pembaca
mampu memahami konsep manusia dan fitrah perkembangannya dalam perspektif
pendidikan Islam.
b. Membantu
para pendidik untuk memahami kemampuan dasar peserta didik dan selalu memperhatikan
perkembangannya, sehingga dapat menyesuaikan kebutuhan para peserta didiknya.
c. Dijadikan
bahan pertimbangan bagi orang tua untuk memilih pendidikan yang sesuai dengan
kemampuan dasar (fitrah) yang dimiliki anaknya. Sehingga bakat yang dimiliki
dapat berkembang secara maksimal.
[1] Hadari
Nawawi, Hakekat Manusia Menurt Islam,
( Surabaya : Al-Ikhlas, 1993), 12.
[2] Abdul
Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian
Muslim Pancasila (Bandung : CV. Sinar Baru, 1991), 111-112
[3]
Mohammmad Daud Ali, S.H, Pendidikan Agama
Islam (Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 10-11
[4] Mastuhu,
Memberdayakan System Pendidikan Islam,
(Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 19999)
21-24
[5] Achmadi,
Ideologi Pendidikan Islam Paradigma
Humanisme Teosentris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), 17-19
[6] Miftahul
Ulum, Pengantar Ilmu PEndidikan Islam,
(Ponorogo : STAIN Po Press, 2007), 55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar