BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Akidah Akhlak
merupakan unsur mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada madrasah yang memberikan pendidikan kepada siswa untuk membiasakan
diri berperilaku terpuji (akhlak mahmudah) sebagai manifestasi pelaksanaan sumber
ajaran agama Islam dan mengamalkan isi kandungannya sebagai petunjuk hidup
dalam kehidupannya sehari-hari.
Pembelajaran Akidah Akhlak bertujuan
agar siswa bersemangat untuk berperilaku terpuji, dalam mengamalkan
ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung didalam Al-Qur’an sebagai
petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya.
Mata pelajaran Akidah
Akhlak pada Madrasah Ibtidaiyah memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Pemahaman,
yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan cara berperilaku terpuji sesuai tuntunan Qur’an
dan Hadits.
2. Sumber
nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
3. Sumber
motivasi yaitu memberikan dorongan untuk meningkatkan kualitas hidup beragama,
bermasyarakat dan bernegara.
|
5. Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan
dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal
negative dari lingkungan atau budaya lain yang dapat membahayakan diri siswa
dan menghambat perkembangannya menuju manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah swt.
7. Pembiasaan, yaitu menyampaikan
pengetahuan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai al-Qur’an dan al-Hadits pada
siswa sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh kehidupannya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 disebutkan pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab (2003:11).
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup
etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama.
Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman
nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual
tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang
dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan (Depdiknas, 2006 : 1).
Pendidikan
Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada
manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan
berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil,
berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif,
baik personal maupun sosial.
Tuntutan
visi (dalam Permen 22 tahun 2006) mendorong dikembangkannya standar kompetensi
sesuai dengan jenjang persekolahan yang
secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:
- lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi;
- mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;
- memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan.
Pendidikan
Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan
iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan
kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia
seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan
perubahan yang muncul dalam pergaulan
masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Pendidikan Agama
Islam di madrasah selama ini dibagi menjadi lima unsur, yaitu: Qur’an – Hadits,
Aqidah Akhlak, Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab. Kelima unsur
tersebut merupakan matapelajaran yang berdiri sendiri, tetapi saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Karena itu masing-masing matapelajaran
tidak dapat dipahami secara parsial, melainkan bersifat menyeluruh
(komprehensip) dan dalam satu kesatuan
(integral).
Kurikulum
pendidikan agama Islam pada madrasah tahun 1994 telah dilaksanakan hampir satu
dasawarsa. Berdasaskan praktik, pengamatan, dan evaluasi, dalam implementasi
kurikulum tersebut ditemukan berbagai persoalan, antara lain: (1) sarat dengan
materi, sehingga menjadi beban bagi siswa maupun guru dan tidak efektif, (2) duplikasi materi antara satu unsur mata pelajaran dengan
lainnya maupun dalam satu unsur matapelajaran pada jenjang yang berbeda, (3)
materi yang substansi dan penting justru ada yang hilang (missing) (4) Urutan mata pelajaran (sekuen) yang tumpang tindih (overlapping) antar jenjang kelas maupun antar jenjang
pendidikan, dan (5) tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan masyarakat dan isu komtemporer.
Berdasar pemikiran tersebut, maka pengembangan dan
perubahan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) pada madrasah merupakan
keharusan. Pengembangan kurikulum ini mengacu pada prinsip relevansi,
fungsional, fleksibel, berkesinambungan, praktis dan terukur yang didasarkan
pada kompetensi (berbasis kompetensi).
Mata
pelajaran Akidah Akhlak merupakan unsur matapelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada madrasah yang memberikan pendidikan kepada siswa untuk membiasakan
diri berperilaku terpuji berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber
ajaran agama Islam dan mengamalkan isi kandungannya sebagai petunjuk hidup
dalam kehidupannya sehari-hari.
Pembelajaran Akidah Akhlak
bertujuan agar siswa bergairah untuk melakukan perbuatan terpuji sesuai dengan al-Qur’an
dan al-Hadits dengan baik dan benar, serta mempelajarinya, memahami, meyakini
kebenarannya, dan mengamalkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dalam kegiatan pembelajaran guru dapat menggunakan
berbagai model pembelajaran yang beraneka ragam. Salah satu diantaranya adalah
pembelajaran kontekstual. Dengan pembelajaran kontekstual guru dapat mengaitkan
antara meteri yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pelaksanaan pembelajaran Akidah Akhlak di MI Miftahul
Ulum I Kedungpanji Lembeyan Magetan mengalami barbagai kendala, diantaranya
adalah masih banyaknya siswa yang malas-malasan saat kegiatan pembelajaran
berlangsung. Beberapa factor penyebabnya antara lain karena siswa MI Miftahul
Ulum I Kedungpanji Lembeyan Magetan berasal dari keluarga kurang mampu, dan
kegiatan mereka setelah pulang sekolah dituntut untuk membantu kedua orangtua
mereka dalam bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sementara para siswa
dituntut untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang padat sesuai dengan time
table di Madrasah. Alasan kedua adalah sangat mungkin kegiatan pembelajaran
yang didesain oleh guru kurang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa
sehingga berakibat pada kurangnya motivasi siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga karena sebagian besar siswa pasif maka dipastikan
berakibat mengantuk saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Peneliti menduga
bahwa fenomena mengantuknya sebagian besar siswa saat kegiatan pembelajaran
berlangsung lebih disebabkan oleh factor
guru yang kurang mampu mendesain kegiatan pembelajaran. Adapun untuk
alasan pertama yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengantuk disebabkan
oleh padatnya kegiatan kurang dapat diterima dengan alasan bahwa betapapun
padatnya kegiatan siswa tetapi jika guru mampu mendesain kegiatan pembelajaran
yang memungkinkan siswa dapat berperan aktif dalam pencarian konsep maka
“mengantuk” bukan lagi menjadi alasan yang menghambat pemerolehan sebanyak
mungkin pemahaman dan keterampilan sekaligus kompetensi siswa sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka penulis melakukan
Penelitian dengan tema ”PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VI MI MIFTAHUL ULUM I
KEDUNGPANJI LEMBEYAN MAGETAN DALAM MENGUASAI KOMPETENSI DASAR BERIMAN KEPADA
KITAB ALLAH DENGAN CONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING TAHUN PELAJARAN 2008-2009”.
SELENGKAPNYA:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar